OPINI: Hukum dan Kepolisian dalam Pusaran Intervensi: Jangan Biarkan Ketidakadilan Terulang

 




Oleh: Syafruddin Jalal, Praktisi Hukum



Kabar mengenai dugaan intervensi oknum penyidik terhadap saksi dan korban dalam sebuah kasus penganiayaan di Polres Palopo membuat nurani publik kembali terusik.

Ini bukan sekadar berita lokal, melainkan peringatan keras bahwa cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara hukum sejati bisa kandas begitu saja bila aparat penegaknya justru bermain mata di belakang layar

Kasus ini bermula dari laporan penganiayaan di Polres Palopo, di mana saksi dikabarkan diminta memberikan keterangan yang tak sesuai kenyataan. Bahkan korban penganiayaan justru ditekan agar mau berdamai.

Jika benar adanya, maka kita harus tegas berkata: ini bukan hanya penyimpangan prosedur, melainkan bentuk pelanggaran terhadap asas hukum pidana yang paling mendasar - prinsip kebenaran materil.



Bayangkan bila setiap kesaksian bisa dibentuk bukan oleh fakta, melainkan bleh tekanan dan kepentingan. Maka penegakan hukum sudah kehilangan rohnya dar anya menjadi formalitas belaka. Kita tidak lagi mengadili perkara, melainkan sekada mempertontonkan sandiwara di ruang-ruang penyidikan.



Apalagi, dalam kasus ini terdapat kejanggalan lain: pelaku penganiayaan (MFT) sudah ditahan, namun hanya beberapa hari kemudian justru melaporkan balik korbannya (GSL). Ironisnya, laporan balasan ini ditindaklanjuti dengan cepat dan bahkan disertai dugaan tekanan terhadap saksi dan korban. Bukankah ini sama saja menyulap status pelaku menjadi korban dan korban menjadi terdakwa bayangan?

Ketika aparat penyidik melangkah di luar kewenangan, hukum bukan lagi berpijak pada prinsip keadilan, melainkan pada kepentingan dan kekuasaan. Satu instruksi dari pihak berkuasa bisa membuat hitam menjadi putih dan sebaliknya. Dalam situasi seperti ini, masyarakat kecil selalu menjadi pihak yang dikalahkan sejak awal- bahkan jauh sebelum sidang benar-benar dimulai.



Tentu, Polres Palopo wajib menjawab tuduhan ini secara terbuka dan transparan. Tidak cukup hanya berkilah bawa semua baru dalam tahap "klarifikasi dan belum BAP" Sebab, intervensi bisa terjadi jauh sebelum pena dan tanda tangan resmi digoreskan di atas kertas berita acara. Proses penyidikan harusnya menjadi benteng terakhir dalam upaya menegakkan keadilan, bukan justru menjadi instrumer untuk menekan mereka yang sudah menjadi korban.



Inilah sebabnya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Divisi Profesi dar Pengamanan (Propam), hingga Komnas HAM perlu segera turun tangan dar melakukan investigasi mendalam. Jangan biarkan ketidakadilan merambat diam-dian dari ruang interogasi menuju ruang pengadilan. Sebab, hukum yang menekan dar memanipulasi saksi dan korban bukanlah hukum; itu hanya alat represi.



Bayangkan dampaknya bila pembiaran ini berlangsung berlarut-larut. Bukan hanya GSL dan keluarganya yang terluka, melainkan seluruh publik kehilangan

kepercayaan kepada penegakan hukum. Dan ketika kepercayaan itu sirna, hukum hanya tinggal sekadar teks di lembaran kertas - formalitas kosong tanpa makna.

Kita tentu ingat betapa kelamnya kasus Sengkon dan Karta di masa lalu. Dua orang tak bersalah harus meringkuk di penjara selama bertahun-tahun hanya karena rekayasa hukum dan interogasi penuh tekanan. Kasus itu harusnya menjadi pengingat keras bahwa ketidakadilan hukum bisa menjatuhkan siapa saja -- dan merusak rasa percaya rakyat hingga ke akarnya.



Sudah cukup. Jangan biarkan sejarah kelam itu berulang. Kepolisian harus berani bercermin dan berbenah, bukan malah bersembunyi di balik dalih prosedural. Publik berhak tahu apakah benar ada tekanan dalam proses penyidikan di Polres Palopo, dan publik berhak mendapat jaminan bahwa aparat akan berpihak kepada kebenaran, bukan kepada kepentingan sempit segelintir orang. 



Pada akhirnya, ujung dari seluruh upaya penegakan hukum adalah menegakkan keadilan. ltu bukan hanya soal siapa yang benar dan siapa yang salah menurut berkas di meja, tetapi juga soal memastikan bahwa setiap warga, siapa pun mereka, dilayani dan dilindungi secara setara. Hukum harus menjadi payung untuk semua -- bukan pedang untuk menebas mereka yang lemah dan tidak berdaya. 

Previous Post Next Post