Sungai Malili Diduga Tercemar, Perambahan Hutan Dituding Penyebabnya

 



Jumat 26 November 2021/ 07:22 WITA

Oleh: Adi Barapi

Luwu Timur, Sulsel - Pekan ini sungai Malili kembali menyita perhatian masyarakat Luwu Timur. Pasalnya, sungai Malili merupakan Ikon Ibu Kota Malili, terlihat tak seperti biasanya. Itu dikarenakan kekeruhan air sungai malili akibat lumpur merah.

Perhatian itu juga viral di media sosial facebook dengan tagar #SelamatkanSungaiMalili. Bahkan masyarakat menuding dampak tercemarnya sungai malili akibat manajemen pengelolaan aktivitas tambang PT Citra Lampia Mandiri (CLM), buruk.

Menanggapi hal itu, KTT PT.CLM Ahmad Surana Naf mengatakan PT. CLM sebagai perusahaan tambang yang berdiri dan tumbuh di tengah masyarakat Luwu Timur berkomitmen menjadi rumah bagi masyarakat Luwu Timur. Khususnya masyarakat di desa pemberdayaan sekitar tambang.

"Untuk itu, seluruh kegiatan operasionalnya PT. CLM selalu menjaga komunikasi dan koordinasi dengan jajaran. Baik itu dinas ESDM, Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan instansi terkait lainnya sebagai wujud komitmen terhadap upaya menjaga kelestarian lingkungan Luwu Timur," ungkapnya dari keterangan tertulisnya di terima redaksi.

Dengan adanya isu sungai malili tercemar akibat tambang PT. CLM. Kata Ahmad, ini seiring dengan curah hujan ekstrim yang berdampak pada peningkatan debit air yang terjadi di area kerja PT.CLM.

Sehingga hal ini, lanjutnya, PT. CLM bersama jajaran, telah melakukan langkah-langkah teknis penanggulangan seperti, meningkatkan kegiatan pemeliharaan Sedimen Pond dan penambahan jumlah serta luasannya. Dengan tujuan maksimalisasi penangkapan dan serapan air dari areal bukaan yang ada.

Membuat kantung serapan tambahan pada blok-blok tambang yang ada dan meningkatkan progress reklamasi dan revegetasi.

"Berdasarakan hasil uji parameter air pada Outlet Sedimen Pond dengan parameter kunci alat portable lapangan, ditemukan nilai TTS (Total Suspensi Solid) masih dibawah ambang baku mutu dengan angka 27 mg/L dengan ambang batas 200 Mg/L dan pH air dengan angka 7,9 dengan nilai baku mutu pH 6-. Untuk hasil yang lebih akurat, dilakukan uji coba laboratorium yang hasilnya akan kita dapatkan 7 hari ke depan," ungkapnya.

Lain hal dikatakan Ahmad, PT. CLM juga mengingatkan tentang aktifitas bukaan lahan hutan non tambang atau gundulnya hutan, berkemungkinan menjadi kontributor besar terhadap rusaknya lingkungan secara keseluruhan di Luwu Timur.

"Aktifitas ini tidak bisa di pandang sebelah mata karena menurut data tahun 2020 saja, pembukaan lahan hutan non tambang mencapai 762,2 hektar. Sepuluh kali luas lahan kegiatan penambangan PT. CLM, di angka 73,8 hektar, di tahun yang sama. Makin maraknya kegiatan ini dalam kurun waktu satu tahun terakhir tentu diikuti peningkatan angka luasan wilayah dan dampak yang diciptakan."

"Berbeda dengan kegiatan pertambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice) yang diterapkan PT.CLM. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran ini tanpa
melalui kajian teknis ataupun langkah penanggulangan terhadap dampak lingkungan. Untuk itu, PT. CLM mengajak semua pihak terkait untuk bersama melakukan kajian lebih
dalam mengenai permasalahan ini," ujarnya.
Previous Post Next Post